Menjelang hari kemerdekaan, sorak sorai keramaian mulai berkumandangan. Bendera merah putih berkibar di halaman-halaman rumah warga. Jiwa-jiwa nasionalis bergemuruh pada setiap dada rakyat Indonesia. Tak henti-hentinya jasa para pahlawan menjadi topik perbincangan. Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 setelah melewati berbagai peristiwa yang memilukan dan penuh dengan darah serta kekejian. Melalui perjuangan dan persatuan, Indonesia akhirnya merdeka, merdeka dari tangan para penjajah.

Sayangnya seiring berjalannya waktu, makna kemerdekaan mulai mengalami kemerosotan. Bukan pada fisik yang dijajah melainkan pada mental setiap jiwa rakyat Indonesia. Kurangnya semangat juang, lunturnya gotong royong dan hilangnya kewibawaan serta kejujuran menjadi penyebab lemahnya suatu bangsa. Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, pernah berpendapat dalam pidatonya di tahun 1956 bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki mental atau jiwa yang kuat. Menindak lanjuti dari gagasan yang sempat dijalankan semasa pemerintahan Ir. Soekarno, presiden Joko Widodopun meneruskan program Revolusi Mental di tahun 2015. Program ini bergerak di bidang politik dengan tujuan untuk membentuk individu yang berintegritas, memiliki etos kerja dan semangat gotong royong. Meskipun pada kenyataannya mengubah suatu kepribadian memang bukanlah semudah membalikan telapak tangan, namun tujuan dari revolusi mental  memang lah mulia.

Perlu kita garis bawahi, bahwa revolusi mental membawa kita pada sebuah pola pikir dan kesadaran bahwa peran psikologi yang dimiliki individu akan berdampak pada kesejahteraan suatu bangsa. Misal terjadinya korupsi merupakan bentuk dari kurangnya penanaman tanggung jawab serta religius pada jiwa individu tersebut. Kemudian terjadinya bullying dan tawuran bisa juga dikarenakan kurangnya rasa kemanusiaan dan hilangnya semangat gotong royong. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa mental yang sehat akan membawa kesejahteraan psikologis sehingga setiap individu dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dalam memajukan suatu negara.

Bila meninjau kembali, benar adanya bahwa bentuk penjajahan di masa sekarang bukanlah dengan peluru atau senjata lainnya. Bentuk penjajahan di masa sekarang terletak pada jiwa-jiwa yang penakut, yang enggan bertanggung jawab, dan juga jiwa-jiwa penindas serta egois. Lalu bagaimanakah cara membentuk kepribadian agar memiliki mental atau jiwa yang kuat?

  1. Mulai berani untuk menerima perubahan.
    Seiring berjalannya waktu berbagai bentuk perubahan mulai terjadi. Dengan mengambil langkah untuk berani menerima perubahan, maka mental kita terlatih untuk bisa menyesuaikan dalam berbagai kondisi, berinovasi, pantang menyerah, dan bekerja keras.
  2. Menyisihkan waktu untuk mengevaluasi diri.
    Evaluasi diri menjadi tempat untuk mengukur kemampuan diri secara penuh pertimbangan dengan menarik ulang setiap kondisi dalam memperbaiki kesalahan, mengapresiasi pencapaian dan menemukan peluang yang mungkin dapat dikembangkan.
  3. Bertekad untuk menghentikan kebiasaan buruk.
    Jiwa yang kuat harus mampu untuk mengendalikan nafsu, rasa takut, rasa malas, rasa tidak percaya diri, dan egois yang seringkali menjadi penghambat dan baik secara sadar tidak sadar membentuk kepribadian individu yang lemah. Dengan mengubah pola pikir menjadi lebih positif serta diiringi juga oleh tekad yang kuat untuk menghentikan kebiasaan buruk merupakan salah satu langkah untuk memiliki mental atau jiwa yang kuat.

Merdeka tidak hanya terletak pada kebebasan dari penjajah, karena penjajah terbesar di setiap diri manusia adalah nafsu serta pikirannya sendiri. Oleh karena itu, bertempurlah dan menangkanlah, karena pada akhirnya kekuatan kita sendirilah yang nantinya akan berguna dalam kehidupan pribadi, kehidupan bangsa dan juga kehidupan negara. Merdeka indonesia, merdeka jiwa-jiwa.